Senin, 17 Oktober 2016

Makna Shalat

Tasawuf sumbernya ada 3 macam (tasawuf indal akhlaq wal adabtasawuf indal Fuqaha,tasawuf indal ahlil Ma’rifat ) Ini yang perlu diketahui. Tasawuf indal akhlaq wal adab bisa kita terapkan sedini mungkin untuk anak-anak kita. terutama makan dengan tangan kanan, masuk kamar mandi dengan kaki kiri, keluar kaki kanan ini tasawuf akhlak wal adab. Karena sumbernya tasawuf adalah min akhlaq wal adab, dari pekerti dan tatakrama.
Yang kedua adalah tasawuf indal fuqaha: bagaimana fiqih ini tidak berhenti hanya secara fiqhiah belaka. Contoh orang kalau sudah menjalakan wudhu mau sholat, setelah dipake shalat wudhunya kemana? Selesai kan?! Nah orang tasawuf tidak mau. Tasawuf menuntut sejauh mana anda membawa wudhu ini terlepas daripada kefardhuan yang sudah anda laksanakan. Apakah anda wudhu didalam shalat hanya terikat oleh syarat-syarat atau hukum-hukum syari’at. Anda dituntut oleh ulama tasawuf agar wudhumu bisa mewudhui bathiniah Anda atau tidak. Dan seterusnya. Disinilah hebatnya ilmu tasawuf.
Tasawuf i dan ahli ma’rifat, nah disni banyak orang terjebak. Dalam dunia tasawuf, dalam ilmu ma’rifat mereka yang perbendaharaannya belum mumpuni, belum mencukupi seringkali terjebak. Akhirnya dia memunculkan analis-analis, seolah-olah tasawuf berbau Budha tasawuf, berbau Hindu. Karena apa? Mereka tidak tahu. Ilmu ma’rifatnya saja mereka tidak mengerti, apa sebetulnya ma’rifat itu. Dari kekosongan itu, mereka belajar menganalis tasawuf; orang-orang yang sudah ahli Marifat, tinggi sekali, dengan bahasanya yang luar biasa. Wong dalam Tasawuf fuqaha saja mereka sudah tidak bisa memahami. Contoh Imam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad al Ghazali menjawab dunia falsafah, menjawab dunia tauhid aliarn ilmu kalam pada waktu berkembang macem-macem faham. Dijawab dengan tasawuf fuqaha, yaitu dengan munculnya ‘Ihya Ulumiddin’. Mengapa dalam kitab Ihya ulumiddin banyak hadits – hadits maudhu’ disamping dhaif. Karena apa? Pendapatnya ahli falasifah dijawab oleh Imam Al Ghazali dengan hadits yang maudhu saja, masih lebih baik haidits maudhu’ daripada pendapat-pendapat kaum falasifah. Masih tepat, karena apa? Walaupun ini maudhu, tapi yang menggunakannya adalah orang-orang yang mengerti ma’rifat kepada Allah. Makanya disini digunakan oleh Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali.
SHOLAT SESUAI ILMU TASAWUF
menurut ilmu tasawuf, maka apabila orang itu sholat walau dg sarat rukunnya tapi dia makan barang haram, dan melakukan segala perbuatan tercela, seperti sombong zina, membunuh, membicarakan kejelekan orang, mengadu domba, melakukan riba, minum arak, dan perbuatan dosa yang lain maka sholatnya tak sah, dalam artian tidak menerima pahala, atau makin sholat makin menjadi-jadi dosanya.
SHOLAT DALAM PANDANGAN AHLI SUFI
 Takbirotul Ihram
Di sini maksudnya, berpisah dari Alam Mulki dan fanalah hamba. ketika mengucapkan ‘Allahu Akbar’. Hanya sifat ‘yang menyembah’ saja yang tinggal sebagai penzohiran. wujud Alloh ‘Yang Disembah’. Ia bergerak dengan gerak Allah. Ia berkata-kata dengan kata-kata Allah. Takluknya dalam rahasia Titik bagi Alif – ‘Tiada’. Seperti kata Abu Yazid Busthomi, “Ariftu Robbi bi Robbi’. (Aku mengenal Tuhanku dengan Tuhanku).[4]
 Membaca Fatihah
Ketika membaca Fatihah, terbukalah Pintu Alam Malakut bagi ‘yang menyembah’. Dia menyaksikan kalimat Allah melalui penyingkapan (syuhud) akan firman Allah; “Maliki yaw middin” di dalam Kerajaan Allah Ta’ala. Dari takluknya ‘Tiada’ ia menjadi Titik dari NurNya (Nur Muhammadi) . Dengan Nur Muhammad inilah ‘yang menyembah’ mengenal dirinya ‘man arofa nafsahu’ – sebagai ‘Ruh-Nya’ yang pernah dihimpunkan di Alam Lahut semasa Adam baru sempurna kejadiannya, yakni ketika Jibril menepuk tulang sulbi Adam, maka keluarlah semua ruh anak cucu Adam dari tulang sulbi Adam itu.
Adapun ‘Ruh-Nya’ itu pada hakikatnya adalah satu jua, yaitu daripada Sirulloh.Ruh anak cucu Adam itu hanyalah bayangan (menumpang) dari Ruh-Nya.Tanpa hadirnya Nur Muhamad, ‘yang menyembah’ tak mungkin bisa berhadap di depan Allah Ta’ala. Dengan perwujudan Nur Muhammad inilah maka ‘yang menyembah’ …. “ Kepada Engkaulah kami sembah dan kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, jalan mereka yang Engkau berikan ni’mat, bukan (jalan) mereka yang Engkau murkai, dan bukan pula (jalan) mereka yang sesat.”. Maka di Amin kan akhir Fatihah itu oleh para malaikat dari setiap 7 lapis langit, yaitu dari: Alam Mulki, Alam Malakut, Alam Jabarut, Alam Bahut, Alam Lahut, Alam Ahut dan yang tertinggi Alam Al-Insan yang di sinilah kemuncaknya Sholat itu. Adapun maksud ‘jalan yang lurus’ bagi kalangan sufi ialah Mi’roj. Sebagaimana sabda Nabi SAW; “Sholat itu adalah mi’roj bagi mukmin”. Tujuan Mi’roj itu ialah Penyatuan, yakni kembalinya ‘yang menyembah’ kepada ‘Yang Disembah’.
 Rukuk
Takluknya kepada huruf ‘Lam’ terzohirnya dari Alif – ‘yang menyembah’ menampakkan ‘Yang Disembah’. Alif adalah Kanzun Mahfiyyan (Yang Tersembunyi). Yang Tersembunyi ingin dikenali maka dizohirkan Lam sebagai tabirnya. Sabda Nabi SAW,”Dirikanlah sholat seolah-olah kau melihat Allah”. Para Arif Billah telah berkata bahwa”Siapa yang kenal dirinya, kenallah Tuhannya.” ‘Yang menyembah’ dinatijahkan seperti ‘angin’, manakala tatkala ‘yang menyembah’ pada posisi berdiri tadi, natijahnya adalah ‘api’ – fana dalam wujud. Api itu sifatnya membakar – yakni melenyapkan keakuan diri. Pada tahap ‘rukuk’ ini, ‘yang menyembah’ berada dalam suatu tarikan yang tersangat kuat dari Nur Muhammad. Justru itulah ia dinatijahkan kepada angin (tunduk dan menderu). ‘Yang menyembah’ ditarik masuk ke dalam Alam Jabarut dan berpisah dari Alam Malakut. Justru itulah kata para Arif Bilah , “Barangsiapa mencari Tuhan di luar dirinya, niscaya akan sesat.”. Pada tahap ini ‘yang menyembah’ melepas qolbunya dan yang tinggal padanya adalah Roh-Nya yang akan naik ke lapisan yang lebih tinggi untuk kembali kepada Tuhan. Alam Jabarut yang menghubungkan Perbendaharaan Wujud (batas larangan yang tak bisa ditembus melainkan kepada Nur Muhammad) di antara yang ‘maujud’ – ‘yang menyembah’. ‘Yang menyembah’ mengenal dirinya di Alam Jabarut, maka tersingkaplah baginya seluas-luasnya wujud Alloh tanpa tabir bahwa ‘yang menyembah’ telah bersatu dengan ‘Yang Disembah’ sebagaimana adanya di dalam Misykat itu ialah Cahaya-Nya. (Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. ). Maka bertasbihlah ‘yang menyembah’, “Maha suci Tuhanku yang Maha Agung dengan sifat kepujiannya”
Jika difahami ayat itu, maka pengertian bersatu dengan ‘Yang Disembah’ yang dimaksudkan di sini bukanlah mengambil kefahaman ‘Hulul’ sebagaimana yg diyakini oleh Mansur Al-Hallaj. Yang lebih ditekankan di sini ialah Wahdatusy-Syuhud (Kesaksian Penyatuan).
 I’tidal
‘Yang menyembah’ adalah yang dibangkitkan – ‘Yang menyembah’ masuk dalam ‘Pintu Kematian.’ “Matikanlan dirimu sebelum mati”. Di sini juga artinya ‘waqof’ (sementara) dalam Sholat.
 Sujud Awal
Takluknya kepada huruf ‘Lam’ – juga huruf ‘Mim’. Nabi Muhammad SAW bersabda,”Aku dizohirkan ke dunia dalam keadaan sujud”. ‘Yang menyembah’ dinatijahkan kepada air. Air adalah sumber kejadian Alam Mulki. Arasy Tuhan berada di atas air. Maka ‘yang menyembah’ dinatijahkan kepada air, karena di sinilah ‘yang menyembah’ sampai di Alam Bahut. Alam Bahut adalah Pembatasan Terakhir Segala Penzohiran, Ungkapan Syeikh Akbar Ibnu Arobi; Syajarotul – Kaun (Pohon kejadian) atau sebutan yang sering juga disebut – Sidrotul Muntaha. Pada tahap ini ‘yang menyembah’ adalah Ruh-Nya yang di dalam Sirr. Sabda Nabi Muhammad SAW ketika mi’roj baginda melihat Wajah Alloh, “Aku tidak tahu di mana aku berada”. Pada tahap ini juga ‘yang menyembah’ menyerap kepada ‘Yang Disembah’ seolah-olah ‘yang menyembah’ itulah ‘Yang Disembah,’ ‘Yang Disembah’ itulah ‘yang menyembah, – yang pada hakikatnya wujud terurai dalam fana fil sifat dan lebur dalam fana fil zat – ‘Melihat Alloh dengan Alloh’ – maka ‘yang menyembah’ diberikan pengetahuanNya – Anal Haq (Akulah Yang Benar’).
Dari sisi tahap ini, lihatlah kepada ‘Basmalla’. Hanya ‘Ba’ dalam Basmallah saja yang tercantum dengan Alif. Sabda Nabi SAW; “Seluruh kitab Al-Qur’an itu terkandung dalam Al-Fatehah. Dan seluruh Al-Fatehah itu terkandung dalam Basmallah. Dan Basmallah terkandung dalam huruf ‘Ba’. Dan rahasia ‘Ba’ itu adalah Titik di bawahnya” Inilah yang dimaksudkan oleh Syekh Ibnu ‘Arobi Wujud Kesatuan – Wahdatul Wujud. Maka bertasbihlah ‘yang menyembah’, “Maha suci Tuhanku yang Maha Mulia dengan sifat kepujian-Nya.”
 Duduk diantara 2 Sujud
Takluknya pada huruf ‘Ha’ besar dan juga ‘Ha’ kecil (maksudnya selepas huruf Jim). ‘Yang Menyembah’ telah dikurniai ‘Baqo’ setelah fana fil sifat dan fana fil zat. Dengan dikurniai ‘Baqo’, barulah ‘yang menyembah’ dapat memasuki Perbendaharaan Rahasia Tuhan – Ilahiyat – pada sujud yang akhir nanti, sebagaimana diistilahkan oleh para Arif Billah melalui tiga tahapan, Yaitu ; ( Ahadiat, – Wahdat, – Wahadiat ). Pada tahap ini ‘yang menyembah’ berada di Alam Lahut – Alam Tiada, yang tiada sesuatu pun yang tercipta, tiada awal dan akhir, ‘yang menyembah’ menyaksikan kekosongan tanpa perbatasan, dan disinilah awalnya Diri yang kemudiannya dizohirkan sebagai Adam. Di kalangan sufi, ia juga diistilahkan ‘Negeri ‘Adami’. Diri (‘yang menyembah’) dinisbahkan kepada air yakni Air Mutlak, inilah asal-usul manusia dari alam tiada ‘La’.
Pada tahap ini juga ‘yang menyembah’ adalah di dalam Sirr-Nya – Ruh-Nya dalam keghoiban Nur Muhammad. Haqiqot Ruh-Nya adalah Nur Muhammad. Di sinilah ia bermunajat; “ Tuhanku ampunilah aku, rahmatilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, berilah aku petunjuk, afiatkanlah aku dan maafkanlah aku.”
 Sujud Akhir
Takluknya pada rahsia huruf ‘Ha’ – yang tak kelihatan atau bunyi diujungnya ‘Hu’ dan juga huruf ‘Mim’. Pada tahap ini ‘yang menyembah’ berada di Alam Ahut’ pada nisbahnya air yang di bawah ‘Arasy Tuhan . Yang tinggal pada ‘yang menyembah’ adalah Sirulloh. Di dalam Sirr, inilah Aku. Kata Ahli Sufi, ‘Air dalam gelas, tak dapat dibedakan lagi. Air itulah gelas. Gelas itulah air.” ‘Yang menyembah’ itulah ‘Yang Disembah’ dalam gedung makrifat, bukan dalam gedung syari’at, gedung thoriqot dan gedung haqiqot. Pahamkanlah ini ‘Yang menyembah’ tidak bisa menjadi ‘Yang Disembah’ dalam arti haqiqot. Ini hanya pada makrifat semata-mata. Ingatlah, bukan faham hamba yang bertukar menjadi Tuhan. Camkan air di dalam gelas, bersatu dalam kejernihan. Lihatlah pada ‘ombak’- ombak hanya pada nama yang diberikan padahal itu air yang beriak dan menggelora.
Pada sujud akhir inilah, ‘yang menyembah’ memasuki Wilayah Ilahiyat:
·       Ahadiat – Zat Mutlak atau Zat wajibal wujud
·       Wahdat – Zat Yang Maha Esa
·       Wahadiat – ILAH – Zat yang maha kaya daripada tiap-tiap sesuatu yang lain dan sesuatu yang lain memerlukannya.
Zat ingin dikenali sebagai Kanzun Mahfiyyan. Di sinilah terbitnya ungkapan ‘Kun’ jadilah maka jadilah ia.
 Duduk Tahiyat Akhir
Takluknya pada huruf Dal. Pada tahap ini ‘yang menyembah’ berada di Alam Al-Insan, dinisbahkan kepada tanah ketika ia duduk – dalam kesempurnaan. Dia yang mengenal dan Dialah yang dikenal pada akhirnya. Dialah yang turun dan naik dalam mi’roj.“Rahasia Insan RahasiaKu, RahasiaKu Rahasia Insan”.
Di Alam Insan, ‘yang menyembah’ diliputi dengan Wujud, Ilmu, Nur dan Syuhud, maka Zat adalah rahasianya, Sifat adalah ruhnya, Asma’ adalah qolbunya dan Af’al adalah tubuhnya. Di sinilah ia mengucapkan Selamat sejahtera (tahiyat) ke atas Nabi dan rahmat Alloh dan keberkatan-Nya. Juga kepada hamba-hamba yang solihin sekaliannya. Dialah yang menyaksi dan dialah yang bersaksi tiada Tuhan melainkan Alloh dan Muhammad adalah utusan Allah swt.
 Salam
“Salamun qowlam mir-robbir- rohiim”. Inilah salam ahli syurga. Syurga inilah yang dinikmati oleh ‘yang menyembah’, yakni syurga yang di dalamnya tanpa bidadari, sungai, buah-buahan dan pepohonan. Di syurga inilah ‘yang menyembah’ terlena memandang Wajah Alloh.
Perlu kita renungi ini adalah sutu konsep atau pandangan dari para Arif Bilah yang pemahamannya sudah jauh dari manusia awam, yang perlu kita tekankan sholat (sujud) adalah salah satu rahasia diri kita, jadi tidak perlu diungkapakan dengan kata-kata bagaimana aku sholat (sujud), cukuplah untuk diri kita pribadi,. (semuanya jadi kosong). tapi jika kita berkholwat silahkan berbicara sebebas – bebasnya.
PERBANDINGAN SHOLAT DALAM PERSEPEKTIF FIQIH DAN TASAWUF
Sholat dalam persepektif  fiqih ( sholat formal )
Sebagai ibadah terpokok dalam Islam, shalat dipastikan menjadi “trade mark” bagi siapapun yang mengaku beragama Islam, artinya ke-Islaman seseorang secara lahir dapat dilihat dari shalatnya. Jika shalatnya “baik” maka orang tersebut dikenal sebagai Islam santri atau Islam “hijau” (terkadang disebut Islam putih). Sebaliknya jika shalatnya “jelek” atau malah tidak shalat, maka orang tersebut akan dikatakan sebagai Islam KTP atau Islam abangan.
Lebih dari sekedar “trade mark” , ada sebuah hadits sahih yang diriwayatkan oleh at-Turmudziy dll, bahwa Rasulullah SAW menegaskan betapa pentingnya shalat:
“Sungguh, amal seorang hamba yang pertama kali diperhitungkan pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka dia benar-benar telah beruntung. Tetapi bila shalatnya jelek, maka dia sungguh-sungguh amat merugi…”.
Dalam tataran fiqih, shalat dikatakan “baik” manakala telah memenuhi syarat (sesuatu yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat) dan rukun (sesuatu yang harus dipenuhi ketika mengerjakan shalat) nya. Sebagaimana dapat dibaca dalam kitab-kitab fiqih, syarat shalat ada dua macam ( Syarat wajib sholat dan Syarat sah-nya sholat ).
Syarat wajib sholat yaitu ;

  1. Islam
  2. Baligh ( bagi laki-laki bila sudah mimpi keluar mani, sedang bagi perempuan bila sudah haidl)
  3.  Berakal sehat (tidak gila)
Sedangkan, Syarat sahnya sholat, yaitu :

  1.  Mengetahui waktu shalat
  2.  Suci dari hadats (baik hadats kecil maupun hadats besar) dan najis
  3.  Menutup aurat (bagi laki-laki adalah bagian badan antara pusat dan lutut, sedang bagi perempuan adalah seluruh tubuh selain muka dan dua tapak tangan)
  4.  Menghadap arah qiblat bagi yang memungkinkan
Sementara, Rukun sholat adalah :
Berdiri bagi yang mampu (kalau tidak mampu maka duduk, dan jika tidak sanggup maka telentang dengan posisi kaki di arah qiblat)

  1. Takbiratul Ihram (mambaca Allaahu Akbar pertama) disertai niat shalat
  2. Membaca surat al-Fatihah (dalam keadaan berdiri bagi yang mampu)
  3. Ruku’ (membungkuk 90 derajat)
  4. I’tidal (berdiri tegak sesudah ruku’)
  5. Sujud (7 anggota badan harus menyentuh tempat shalat, yaitu dahi, dua tapak tangan bagian dalam, dua lutut dan jari-jari dua kaki) dengan posisi pantat diangkat lebih tinggi dari kepala
  6. Duduk di antara dua sujud
  7. Duduk tahiyyat/tasyahhud (membaca at-tahiyyaat/syahaadatain)
  8. Membaca tahiyyat/tasyahhud dan shalawat Nabi.
  9. Mengucapkan salam (sambil menengok ke kanan dan ke kiri)
  10. Tertib (semua rukun shalat dikerjakan secara urut)
Seorang muslim/ah yang telah melaksanakan shalat dengan memenuhi syarat dan rukun tersebut, berarti telah menunaikan kewajibannya. Mengenai bacaan/doa (selain rukun di atas) yang mengiringi/menyertai semua gerakan dalam shalat hukumnya adalah sunnah (sebaiknya dibaca, tetapi kalau tidak dibacapun shalatnya tetap sah)


sumber: https://annafiz.wordpress.com/tag/marifat/

Mendekat Kepada Allah

Allah berfirman di dalam hadis qudsi,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِي، وَأنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْكُرُنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِيْ، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِى مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلإٍ خَيْرٌ مِنْهُ، وَإنْ اقْتَرَبَ إليّ شِبْرًا تَقرّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ اقتَرَبَ إليّ ذِرَاعًا اقْتَرَبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإنْ أتَانِى يَمْشِى أتَيْتُهُ هَرْوَلَة.
Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Apabila ia mengingat-Ku di dalam dirinya, maka Aku akan mengingatnya di dalam diri-Ku. Dan apaila ia mengingat-Ku (menyebut nama-Ku) dalam suatu perkumpulan manusia, maka Aku akan menyebut namanya di dalam suatu perkumpulan yang lebih baik dari perkumpulannya (baca: perkumpulan malaikat). Apabila ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya se-hasta, dan apabila ia mendekat kepada-Ku se-hasta maka Aku akan mendekat kepadanya se-depa. Dan apabila ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari-lari kecil. (HR. Bukhari, Ahmad, Tirmidzi).
Allah SWT ingin mengingatkan kepada kita bahwa kunci itu berada di tangan kita. Apabila kita memulai diri kita dengan ketaatan, maka Allah akan memberikan anugerah dan karunia-Nya tanpa batas. Apabila kita mendekat kepada Allah maka Allah akan lebih mendekat kepada kita. Dan apabila kita menjauh dari Allah maka Ia akan memanggil kita.
Allah SWT ingin agar kita mengerti bahwa Ia telah meletakkan kunci surga di tangan kita. Di setiap tangan kita ada penunjuk jalan yang akan mengantarkan kita ke surga atau ke neraka. Oleh karena itu apabila engkau memenuhi janji Allah maka Ia akan memenuhi janji-Nya. Jika engkau mengingat Allah maka Allah akan mengingatmu. Jika engkau menolong Allah maka Allah akan menolongmu.
Allah berfirman,

وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
Dan penuhilah janji kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan penuhi janji-Ku kepada kalian; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk). (QS. Al-Baqarah [2]: 40).
Allah berfirman,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلا تَكْفُرُونِ
Ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu. (QS. Al-Baqarah [2]: 152).
Allah berfirman,
إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad [47]: 7).
Jadi hanya dengan modal iman, Allah akan mengencangkan tali kendalimu. Apabila engkau mengharapkan agar Allah mendekat kepadamu se-hasta maka mendekatlah kepada-Nya se-jengkal. Tali kendali itu ada di tanganmu sendiri. Apabila engkau ingin agar Allah mendekat kepadamu se-depa maka mendekatlah kepada Allah se-hasta. Dan apabila engkau menginginkan agar Allah mendekatmu dengan berlari maka mendekatlah kepada-Nya dengan berjalan. Jadi, seolah-olah Allah berkata kepada kita, ‘kalian beristirahlah Aku yang akan mendatangimu’.
Allah telah meminta kepadamu agar engkau hadir di hadapan-Nya lima kali dalam sehari. Tetapi apakah Allah akan menolakmu jika engkau ingin hadir di hadapan-Nya kapan saja? tentu tidak, justru Allah akan membuka pintu-Nya lebar-lebar. Kapan saja engkau boleh berdiri dihadapan-Nya. Dan sesungguhnya Allah itu tidak membosankan bagi hamba-hamba-Nya.
Di dalam adatmu, jika engkau ingin menjumpai salah seorang pejabat negara misalnya, maka engkau harus terlebih dahulu meminta janji untuk bisa bertemu. Dan adakalanya permintaannya ditolak dan adakalanya diterima. Jika permintaan janjinya diterima maka ia akan menentukan waktu dan tempatnya, dan terkadang pejabat itu akan menanyakan terlebih dahulu alasan apa yang melatar belakangi keinginanmu untuk bertemu.
Adapun Allah SWT -dan Dia memiliki permisalan yang agung yang ada di langit dan di bumi- akan membuka pintu-Nya lebar-lebar di hadapan hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka dapat bertemu dengan-Nya kapan dan dimana saja. Jadi, siapakah yang menentukan waktu pertemuannya dengan Allah?!, tentu si mukmin itu sendiri. Allah SWT hanya menetukan lima waktu itu saja, adapun waktu selebihnya sepenuhnya ada di tanganmu. Engkau dapat memanfaatkan waktu-waktu sisa itu untuk berdiri dihadapan Allah SWT.
Jadi seolah-olah Allah berkata kepadamu, ‘beristrirahatlah engkau karena Akulah yang akan berjalan kepadamu, karena dengan berlari kepada-Ku mungkin engkau akan lelah, tetapi Aku tidak akan lelah’. Seolah-olah Allah tidak meminta apapun dari hamba-Nya selain hanya perasaan ingin bertemu dengan tuhannya. Oleh karena itu masalahnya ada di tanganmu, ada di dalam keimananmu kepada Allah, dan di dalam keinginanmu untuk selalu mengadakan hubungan dengan Allah.
Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya. (QS. Al-Maidah [5]: 54).
Ketika orang-orang yang beriman itu mencintai Allah maka Allah akan mencintai mereka dengan cinta yang lebih, dan mereka akan membalas cinta Alah itu dengan cinta yang berlebih pula dan Allah akan membalas cinta ini dengan cinta yang lebih besar lagi dan begitu seterusnya sampai mereka merasakan nilai cinta yang sebenarnya. Dan cinta Allah tidak terbatas.
Setelah membaca ayat di atas kita mendapati bahwa cinta Allah disebutkan terlebih dahulu dari pada cintanya orang-orang yang beriman kepada Allah, yaitu di dalam ayat
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ
Hal itu karena Allah telah mengetahui sebelumnya bahwa mereka akan berjalan menuju Allah, maka Allah mencintai mereka. Oleh karena itu ketika mereka telah di datangkan, mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang akan menjadikan mereka dicintai oleh Allah.
Pada saat engkau membaca Al-Qur’an engkau akan mendapatkan pengetahuan bahwa Allah mencintai beberapa golongan dari makhluk-Nya karena mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang menjadikan mereka dicintai oleh-Nya.
Allah berfirman,
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah [2]: 195).
Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah [2]: 222).
Allah berfirman,
فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
Maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. (QS. Aali Imran [3]: 76).
Allah berfirman,
وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Allah menyukai orang-orang yang sabar. (QS. Aali Imran [3]: 146).
Allah berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS. Al-Maaidah [5]: 42).
Mereka semua adalah orang-orang yang berhak mendapatkan cinta dan rahmat Allah Swt. Oleh karena itu Allah berfirman,
إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A’raf [7]: 56).
Yang menetukan kedekatan seseorang dengan rahmat Allah itu adalah orang itu sendiri. Apabila ia berbuat baik maka rahmat-Nya akan dekat dengannya. Tali kendali sepenuhnya ada di tangannya. Apabila engkau ingin agar rahmat Allah dekat denganmu maka jadilah orang baik.
Inilah anugerah dan kebaikan Allah SWT Ia hendak memberikan karunia-Nya dengan syarat kita harus menjadi orang yang siap menerimanya, karena Allah hendak memberikan kenikmatan-Nya yang besar kepadamu. Bacalah firman Allah,
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. (QS. Ibraahiim [14]: 7)
Bersyukur berasal dari hamba untuk tuhannya, sedangkan tambahan nikmat datang dari Allah kepada hamba-Nya.
Manusia ketika menghadapi segala persoalan dengan metode yang telah diajarkan Allah maka Ia Maha Asy-Syakuur (maha berterima kasih), karena Allah telah meridhai hamba yang berjalan di atas metode dan jalan-Nya. Dan ketika Allah telah meridhai seseorang maka Ia akan memberikan tambahan kenikmatan yanng besar.
Allah berfirman,
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. mereka Itulah penghuni syurga, mereka kekal di dalamnya. (QS. Yuunus [10] : 26).
Lafazh الحُسْنَى pada ayat di atas bermakna surga. Adapun lafazhالزّيَادَة sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa maknanya adalah melihat Allah. Cinta Allah kepada hamba-hamba-Nya adalah terus-menerusnya limpahan anugerah dan rahmat-Nya kepada mereka. Ini di dunia, adapun di akherat Allah akan menjumpai mereka sehingga mereka akan melihat-Nya dengan mata kepala.
Dan lafazh Az-Ziyadah (tambahan nikmat) yang dimaksud dengan ayat di atas adalah tambahan nikmat yang sesuai dengan sifat Allah Swt.
Allah berfirman,
إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلا كَرِيمًا
Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS. An-Nisaa’ [4]: 31).
Ketika engkau berusaha menjauhi dosa-dosa besar maka Allah tidak hanya menghindarkanmu dari siksaan, tetapi Ia juga akan memasukkanmu kedalam tempat yang mulia. Dan tempat yang mulia itu harus sesuai dengan siapa yang memasukkanmu ke dalamnya (baca: Allah). Apa itu tempat yang mulia yang diberikan kepada hamba-Nya dan bagaimana bentuknya?!.
Rasulullah SAW bersabda,
إذَا دَخَلَ أَهْلُ الجَنّةِ الْجَنَّةَ يَقُوْلُ اللهُ تبَارَكَ وتعَالَى: تُريدُوْنَ شَيئًا أزيْدُكُمْ؟، فيقُوْلُوْنَ: ألمْ تُبَيِّضْ وُجُوْهَنَا؟ ألَمْ تُدْخِلْنَاَ الْجَنّةَ وتُنْجِيْنَا مِنَ النَّارِ؟ قَالَ: فَيُكْشَفُ الْحِجَابُ، فَمَا أعْطُوْا شيئًا أحَبَّ إِلَيْهِمْ مِنَ النَّظَرِ إِلَى رَبِّهِمْ عَزَّ وَجَلَّ
Apabila penduduk surga telah masuk ke dalam surga, Allah Swt. berkata kepada mereka, ‘apa lagi yang kalian minta maka akan Aku kabulkan?’, mereka menjawab, ‘bukankah Engkau telah memutihkan wajah-wajah kami, menyelamatkan kami dari api neraka dan memasukkan kami ke dalam surga?’. Nabi berkata, “maka terbukalah hijab dan mereka baru merasakan bahwa semua nikmat yang mereka rasakan itu tidak ada yang melebihi nikmatnya memandang wajah Allah Swt.”. (HR. Muslim, Ahmad, Tirmidzi).
Sebagian ulama mengatakan bahwa firman Allah,
فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ
Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. Al-Baqarah [2]: 284).
Allah SWT menjadikan ampunan-Nya bergantung kepada hamba-Nya. Apabila engkau ingin agar Allah mengampuni dosa-dosamu maka perbanyaklah kebaikan-kebaikanmu sampai Allah menghapus kejelekan-kejelekanmu dengan kebaikan itu. Dan apabila engkau ingin agar Allah menyiksamu -tentu hal ini tidak diinginkan oleh seorangpun-maka engkau jangan melakukan kebaikan.
Hal ini membuka pemahaman kita bahwa ketika Allah meminta kita untuk beriman, Ia juga menyerahkan tali kendali sepenuhnya kepada kita. Jadi, dengan hanya beriman kepada Allah maka kita telah menerima dari-Nya hak dan kebebasan untuk memilih -yang baik atau buruk-.
Dan inilah salah satu bentuk kelembutan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Ketika engkau memanggil-Nya maka Ia akan menjawab, ketika engkau menjadikan-Nya sebagai tujuan Ia akan melindungimu, ketika engkau mencintai-Nya Ia akan mencintai-Mu, ketika engkau mentaati-Nya Ia akan mencukupi segala kebutuhanmu, ketika engkau memberikan sedekah dengan harta-Nya maka Ia akan membersihkan jiwamu dan mengampuni dosa-dosamu, ketika engkau berpaling dari-Nya Ia akan memanggilmu, dan ketika engkau mendekati-Nya Ia akan memberikan hidayah-Nya kepadamu.
#Maksud lafazh ‘Adz-Dzhikr’
Tidak adanya penjelasan lebih lanjut yang menerangkan maksud lafazh dzikr di dalam hadis qudsi di atas, menjadikan adanya perselisihan pendapat di kalangan para ulama. Imam Malik berpendapat, ‘apabila engkau menyembelih hewan yang dihalalkan Allah tetapi engkau tidak mengingat / mengucapkan nama Allah -baik disengaja maupun lupa- maka engkau tidak boleh memakannya’. Adapun imam Abu Hanifah berpendapat, ‘jika engkau tidak mengatakan bismillah karena lupa maka makanlah, tetapi jika engkau sengaja tidak mengucapkan bismillah engkau tidak boleh memakannya’.
Adapun imam Syafi’i berpendapat, ‘selama yang menyembelih hewan itu seorang mukmin, baik ia mengucapkan bismillah atau tidak, baik karena lupa atau disengaja maka makanlah sembelihannya karena iman orang itu menjadi dzikirnya kepada Allah’.
Syeikh Mutawalli As-Sya’rawi, Al-Ahaadiits Al-Qudsiyah

Jumat, 07 Oktober 2016

Hakikat alif

Hakikat Alif


Alif terbentuk dari Ulfah (kedekatan) dan ta’lif ( pembentukan). Dengan huruf inilah ALLAH menta’lif (menyatukan) seluruh ciptaanNya dalam landasan tauhid dan ma’rifah dengan kecintaan penghayatan iman dan tauhid. Sehingga Alif ini membuka makna dan pengertian tertentu dengan banyak bentuk rupa dan warna yang ada pada huruf-huruf yang lain. 
Maka jadilah Alif sebagai “Kiswah” (pakaian) bagi huruf lainnya. Itu semua karna kehendak si “Alif ghaib”. Huruf saja tidaklah memiliki makna, sebab pengertian tidak terdapat padanya. Makna dalam dari Alif ibarat nyawa, sedangkan bentuk huruf adalah ibarat raga. Ibarat pohon yang di belah sampai ke akar, dari akar di belah sampai ke biji asalnya. Lalu dari biji asalnya di belah sehingga tiada sesuatu apapun. itulah hakikat kehidupan. Allah menjadikannya berupa (memiliki bentuk), padahal tiada. Huruf berupa lisan ketika diucapkan, sedangkan makna adalah pengetahuan yang diketahui sebelum lisan berucap dan berbuat. Ia sangatlah halus melebihi kehidupan yang fana/tiada. Maka jelaslah Alif adalah Huruf yang paling utama, Agung dan Mulia Ibarat Adam, sedangkan Alif di satukan dengan Hamzah. Hamzah itu ibarat Hawa. Maka lahirlah 28 huruf Hijaiyah seperti lahirnya manusia dari sebab Adam dan Hawa. Sehingga muncul pengertian mudzakar Ibnu (lelaki) dan pengertian mu’annats Binti (wanita). 
Seluruh huruf terlahir dari Alif, karna Alif pada asalnya tegak lurus dimana titik asalnya isyarat bagi penetapan permulaan wujud (ada) yang merupakan lawan dari ketiadaan (adam). Lalu Alif ini ada pada pengelihatan, sehingga melihat yang benar-benar ada. Adapun melihat Dzat itu merupakan cermin ketunggalan sejati yang menurun pada kesejatian diri. Maka ketika dikaruniakan pandangan ini, melihat keberadaannya di dunia ini dengan cahaya yang terang benderang yang melihat dengan 127 kejadian. Ketika disebut Alif yaitu ketika diri sudah tunggal. Lalu menunjukan apa yang tampak dan terlihat di dirinya sehingga jadilah Alif. Yang pertama dijadikan oleh Allah adalah titik ke esaanNya, ketika Ku pandang dengan keAgunganKu maka titikpun menunduk dan mengalir menjadi garis lurus tanpa akhir (Alif).
 Alif pun dijadikan permulaan Kitabnya dan pembuka huruf karna huruf lain berasal darinya dan tampak pada dirinya. “IQRO” : adalah wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad S.A.W. Yaitu membaca yang dimulai dengan huruf Alif dan diakhiri dengan huruf Alif. “Iqro” secara hisabiah nilainya 33. Yaitu 3 kali di peluk Jibril A.S. maka 33 x 3 = 99 Asmaul Husna. Dengan 99 Asmaul husna inilah Rosulullah s.a.w bisa isro dan mi’raj. Isra’ mi’raj di surah al-isra’, surat ke 17 berjumlah 111 ayat. 111 = 3 alif.”isra” juga di awali dgn huruf “alif ” dan di akhiri juga huruf “alif “ (huruf ” hamzah ” di akhir adalah satu karakter dengan ” alif “). Dalam kalimah ” isra” ada huruf alif (akhir) dimana di bagian atas ada tanda mad (memanjangkan alif) nilainya 7 an dan nilai 7 ketukan ini adalah sebagai sistem untuk melipat 7 lapis bumi dan naik turun ke 7 lapis langit (mi’raj). Dengan Alif , titik yang pada mulanya perbendaharaan tersembunyi kemudian tampak dan turun agar dikenal lewat ciptaanNya begitupun mahluk dikenal lewatnya dan di nisbatkan kepadaNya. Itulah Kholifah yang membawa “AMANAH”. 
Karena dengan nama ALLAH itu adalah BISMI dan ALLAHU, Allahu itu adalah Alif,Lam,Ha. Alif lam yang di maksud adalah LAHU = BAGINYA. JAdi Allahu adalah Alif lam baginya (untuknya) ARAHMAN = Alif,Ra,Ha,Mim,Nun maksudnya Alif dan Lam itu rahman demikian juga dengan RAHIIM. Jadi Alif lam itu seperti halnya cahaya matahari dan rembulan, yang memberi dan menyayangi tanpa syarat. Alif Lam dalam diriku adalah keadaan TUBADIL dalam sholat. Jadi Alif Lam itu dalam tiap-tiap sebutan ARRAHMAN ARRAHIIM…..dst. 
Seperti halnya mustaqim/jalan yang lurus dimana terdapat pada diriku yang sempurna sholat. Yaitu ketika aku menginjak maqom tubadil seperti halnya takbiratul ikhram yang mukharanah (sempurna, dimana lafazh Allah dlm takbirotul ikhram sholat di panjangkan tanpa ada batasan hukum mad 2 harakat sebagai bentuk keagunganNya). Berbeda dengan kata “INNA” yg artinya “sesungguhnya” begitu diberi alif sebagai perpanjangan dari huruf nun, maka berubah menjadi jamak/banyak, “innaa” artinya “sesungguhnya kami”. Begitu juga “Qul” yg artinya “katakan”, begitu diberi nun dan alif sebagai perpanjangannya, maka berubah menjadi jamak/banyak , “Qulnaa” yg artinya kami berfirman.jadi perubahan dari tunggal menjadi jamak karena adanya imbuhan huruf yg disesuaikan maksud dan tujuannya, bukannya unsur yg memerintah (Allah) yg menjadi jamak. Subyek = Yang Memerintah tetap TunggalObyek = Maksud dan Tujuan yang menjadi jamak. Maka AllAH pun Sholat, sedangkan manusia tiada sedikitpun kekuatan sehingga ikut andil dalam perkara sekecil apapun terhadap dirinya. Karna di satu sisi hamba diperkenankan memilih jalan untuk dirinya tapi waktu yang sama ia harus masuk kepada ketetapanNya. Karna Huruf memiliki tampilan, bahasa dan memiliki aspek lahir dan bathin. Aspek lahirnya berupa nama dan bentuknya. Aspek bathinnya berupa makna rahasiaNya. Batasnya adalah uraian dari hukum- hukumNya. Serta tampilanNya adalah penyaksian dan penyingkapan. 
Seluruh struktur susunan alam semesta itulah yang dinamakan pula sebagai Alif. Karna seluruh huruf berasal dari susunan pengertian Rahasia hembusan tiupan RuhNya yang mencakup seluruh kata-kata dari hikmah yang menakjubkan dan ilmu-ilmu teristimewa yang ditiupkan kepada adam. Adam menjadi istimewa karna diajarkan satu Alif oleh Allah, maka ia dapat menyebutkan seluruh nama dalam satu huruf. Buat renungan sesama kita yang memang berminat tentang Hakikat, agar dapat difikirkan dengan perlahan-lahan agar mencapai matlamat yang sebenar. Hakikat perkataan adalah alif, (alif adalah satu huruf dalam tulisan jawi, kalau tulisan rumi.. mestilah ‘a’ ), manakala hakikat alif pula adalah noktah, dan hakikat noktah adalah dakwat. Jikalau dikaji selanjutnya maka hakikat dakwat pula adalah cecair, sedangkan hakikat cecair adalah debu-debu, dan hakikat debu- debu adalah unsur-unsur (atom) dan hakikat unsur adalah Cahaya Allah. Sedangkan Gelap (tidak diketahui) ialah Cahaya Dzat, …. dalam gelap itulah adalah ‘Air Kehidupan’ (Yang Menghidupkan). Sebagai misalan, ….jika anda melihat kepada dakwat, maka dengan sendirinya huruf hilang, … dan jika anda melihat huruf , maka dakwat hilang… Sejajar dengan itu cuba difikirkan pula: Jika ana ada Dia tiada, … dan jika Dia ada ana pula tiada… “Ketahuilah, barangsiapa di berikan pengetahuan tentang Alif dan mengamalkannya, maka telah diberi pengetahuan tentang rahasia tauhid Wahdaniyah (keesaan) dan naik menuju rahasia Ahadiah (kewujudan).



sumber :https://www.facebook.com/notes/akmal-fathur/jangan-lihat-catatan-ku-bila-blum-mampu-berfikir-smpai-makrifat/1435133980048157/